Selasa, 30 Juni 2015

Kekuatan 'Istighfar"


Cerita tentang "Istighfar" dan juga sebuah kisah dari kehidupan Imam Ahmad Bin Hanbal, seorang ulama Islam dan salah seorang teolog yang ternama dalam sejarah Islam. Imam Ahmad juga dianggap sebagai pendiri mazhab Hanbali dan dianggap sebagai salah satu teolog Sunni paling terkenal, sering disebut sebagai "Sheikh ul-Islam" atau "Imam Ahl al-Sunnah. "


Berikut salah satu kisah yang dialaminya...

Selama masa tuanya, suatu ketika Imam Ahmad bepergian dan ia berhenti disebuah kota. Setelah shalat, dia ingin tinggal untuk bermalam di halaman masjid karena ia tidak kenal dan tahu siapa pun di kota tersebut. Karena kerendahan hatinya, dia tidak memperkenalkan diri kepada siapapun, padahal jika ia melakukannya, maka ia akan disambut oleh banyak orang.

Merasa tidak mengenali Ahmad bin Hanbal, pengurus masjid menolak untuk membiarkan dia tinggal dan bermalam di masjid. Setelah beberapa lama, Imam Ahmad merasa bahwa ia tidak mungkin menginap di masjid tersebut. Maka keluarlah ia dari masjid dan tidak tahu harus menginap di mana malam itu. Dalam kebingungannya itu seorang tukang roti melihatnya dan karena merasa kasihan maka tukang roti tersebut menawarkan untuk bermalam di rumahnya dan menjadi tuan rumah bagi dia untuk beberapa malam.

Selama tinggal dengan tukang roti, Imam Ahmad mengamati bahwa tukang roti terus membaca dan me-lafaz-kan Istighfar (mencari pengampunan dari Allah) secara teratur. Dalam percakapannya dengan tukang roti tersebut Imam Ahmaed mengatakan bahwa jika amalan Istighfar yang dilakukan konstan tersebut akan efek pada dirinya, doa-doanya akan dikabulkan.

Tukang roti tersebut menanggapi dengan mengatakan pada Imam Ahmad bahwa Allah telah menerima semua doanya, semua permohonannya, kecuali satu.

Ketika Imam Ahmad bertanya apa doa yang belum dikabulkannya itu, tukang roti menjawab bahwa ia telah meminta Allah untuk dapat bertemu dengan seorang guru yang terkenal, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal.

Tentang hal ini, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Allah tidak hanya mendengarkan doa tukang roti tersebut, bahkan Allah telah membawa Imam Ahmad bin Hanbal ke depan pintu rumah tukang roti.

Subhanallah...


Cerita ini menjadi pengingat kekuatan Istighfar yang dilakukan secara konsisten

Pandangi Dia Ketika Tidur

“Assalaamu’alaikum…!” Ucapnya lirih saat memasuki rumah.

Tak ada orang yang menjawab salamnya. Ia tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur. Biar malaikat yang menjawab salamku,” begitu pikirnya. Melewati ruang tamu yang temaram, dia menuju ruang kerjanya. Diletakkannya tas, ponsel dan kunci-kunci di meja kerja. Setelah itu, barulah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Sejauh ini, tidak ada satu orang pun anggota keluarga yang terbangun. Rupanya semua tertidur pulas. Segera ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.

Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadirannya. Kemudian Amin duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Aminah, istrinya. Amin segera teringat perkataan almarhum kakeknya, dulu sebelum dia menikah. Kakeknya mengatakan, "Jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu. Karena kamupun juga tidak sama persis dengan maunya. Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi. Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, maka lihatlah ketika istrimu tidur.... "

“Kenapa Kek, kok waktu dia tidur?” tanya Amin kala itu.

“Nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab kakeknya singkat.

Waktu itu, Amin tidak sepenuhnya memahami maksud kakeknya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena kakeknya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.

Malam ini, ia baru mulai memahaminya. Malam ini, ia menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya. Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu. Memandaginya menyeruakkan berbagai macam perasaan.

Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata. Dalam batin, dia bergumam,

“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktifitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan. Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.

Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku. Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.

Wahai istriku, dikala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.

Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki. Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?

Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?

Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata. Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.

Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumahtangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah swt. Segala puji hanya untuk Allah swt yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”

Tanpa terasa airmata Amin menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis. Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan. Tak lama kemudian iapun terlelap.

Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali. Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, sudah jam dua?”

Dilihatnya sang suami telah pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan. “Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatangannya. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia?” gumamnya dalam hati.

Mau dibangunkan nggak tega, akhirnya cuma dipandangi saja. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya hatinya yang bicara.

“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.

“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.

“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.

“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu. Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku. Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah membahagiakanku.

“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu. Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah swt. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya..”

Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota'ayun waj'alna lil muttaqiina imaamaa.

Hutang Kepada Anak-Anak Kita

Kita selalu berhutang banyak cinta kepada anak-anak. Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah. Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan. Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan. Tetapi seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka... Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya, menghibur kita dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya... Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya... Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.

Kita selalu berhutang banyak kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita. Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka, tetapi sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan... Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.

Kita selalu berhutang banyak waktu tentang anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, dan bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?

Senin, 22 Juni 2015

Renungan Ramadhan, Menyingkap Rahasia "Ramadhan"


RAMADHAN adalah sebuah bulan yang sangat erat dengan telinga setiap muslim, bahkan semenjak kecil ki ta telah dikenalkan dengan Ramadhan, kita semua mengetahui bahwa Ramadhan adalah bulan puasa, namun sangat jarang diantara kita yang mengerti apa arti Ramadhan dan makna yang terkandung dari kata "Ramadhan"itu sendiri.

Ramadhan secara leksikal berarti : membakar, amat panas. Penyebutan bulan Ramadhan -bulan ke-9 pada kalender Hijriah- sesuai dengan kondisi cuaca pada bulan tersebut."Kita patut bangga menyaksikan semangat beribadah yang timbul saat bulan Ramadhan tiba, namun dalam kebanggaan tersebut kita lebih patut lagi bersedih karena fenomena yang ada adalah seakan-akan masyarakat kita menyembah Ramadhan dan bukan menyembah Tuhannya Ramadhan, kalau memang kita menyembah Tuhannya Ramadhan maka tidak sepatutnyalah kita bermalas-malasan beribadah di luar bulan Ramadhan tersebut.Ramadhan adalah sebuah kata yang terbentuk dari lima huruf, dan setiap hurufnya memiliki makna tertentu yaitu : Ra : rahmat (rahmat Allah), Mim : maghfirah (ampunan Allah), Dhod : Dhommanun li al jannah (jaminan untuk menggapai surga), Alif : Amaanun min an nar (terhindar dari neraka) Nun : Nurullahi al Azizi al Hakim al Ghofuuri ar Rahiim (cahaya dari Allah swt yang maha kuasa dan bijaksana, maha pengampun dan pengasih).

Saat kita telaah makna yang terkandung dalam kata ramadhan tersebut kita akan semakin meyakini bahwa datangnya bulan Ramadhan adalah membawa sebuah keberkahan dari Allah SWT untuk kita sebagai hamba-Nya. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya, Artinya : dari Abi Hurairoh RA, bahwasanya nabi Muhammad SAW berkata saat Ramadhan telah tiba: telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, pada bulan tersebut engkau diwajibkan berpuasa dan dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan syaithan-syaithan di belenggu, dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barang siapa yang tidak mampu mendapatkan kebaikan bulan ramadhan tersebut maka haramlah baginya surga. Riwayat Ahmad, an Nasa'i, dan Baihaqi.
Dari hadits di atas terdapat kaitan yang sangat erat dengan bulan Ramadhan itu sendiri, rahmat dan magfirah adalah dua sisi yang sangat erat bagaikan dua sisi pada uang logam yang tak terpisahkan, disaat Allah SWT menurunkan rahmat-Nya maka maghfirah-Nyapun turun mengiringi, demikian juga sebaliknya. Ketika rahmat Allah SWT yang diiringi oleh maghfirah-Nya ini telah mengalir maka jaminan mendapatkan surga dan terhindar dari neraka telah menanti.Namun hal ini semua hanya bisa didapat ketika kita bisa mendapatkan Nur Illahi yang maha Agung dan Bijaksana, maha Pengampun dan Pengasih. Jadi rangkaian huruf dari kata Ramadhan ini adalah sebuah pemaparan yang sangat jelas dalam proses perjalanan mendapatkan kebahagiaan.

Seolah Ramadhan membisikkan makna "Rahmat dan Magfirah Allah swt yang pasti berbuah jaminan untuk masuk surga dan terhindar dari api neraka hanya bisa diraih dengan cara mengikuti cahaya bimbingan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman : Barang siapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah SWT tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. Alquran : an Nur 40.Dan cahaya tersebut adalah Alquran yang Cahaya (Allah SWT) turunkan kepada Cahaya (Muhammad saw) di bulan Ramadhan yang penuh cahaya ini."Allah SWT berfirman dalam Alquran : artinya "Wahai orang-orang yang beriman telah datang kepada kalian petunjuk dan kami turunkan kepada kalian cahaya (Alquran) yang memberikan penjelasan. Alquran : an Nisa 174"Kaitan ini sangatlah jelas di paparkan oleh Rasulullah SAW. dalam sebuah haditsnya, Beliau bersabda : artinya " Alquran dan puasa memberikan syafaat kepada hamba yang berpuasa pada hari kiamat, puasa berkata, wahai Tuhan, aku telah mencegahnya dari makan dan syahwat maka jadikanlah aku syafaat baginya, dan Alquran berkata, wahai Tuhan aku mengakibatkanya tidak tidur waktu malam maka jadikanlah aku syafaat baginya maka keduanya menjadi syafaat.Riwayat Ahmad, Tibrani, Hakim berkata Shohih dalam kategori imam Muslim.

Mari kita isi Ramadhan ini dengan mencintai Alquran yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang zaman, di kagumi para ilmuwan, disambut gembira para cendikiawan,, orientalis murni tunduk penuh kekaguman, diterima setiap lapisan dan membacanya tak akan bosan, membaca, mempelajari, menelaah, dan mengaflikasikannya adalah sebuah amal kebajikan.Dengan kecintaan ini kita harapkan bisa meraih nilai plus dari bulan Ramadhan ini yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya, artinya "barang siapa berpuasa Ramadhan disertai keimanan dan dan "ihtisaban (karena Allah dan hanya mengharap pahala dari-Nya) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. al hadits riwayat Bukhori, Muslim, Tirmizie dan Nasa'i.Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh, Beliau bersabda, artinya : barang siapa "qiyam" melaksanakan Ibadah, sholat dll) dalam bulan Ramadhan disertai keimanan dan "ihtisaban (karena Allah SWT dan hanya mengharap pahala dari-Nya maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Al Hadits diriwayat Bukhori dan Muslim.

Shiyam dan Qiyam menghantarkan kita menggapai nilai plus tersebut hingga kita bisa keluar dari bulan yang penuh berkah ini dengan predikat diampuni.Ramadhan yang penuh berkah ini bukanlah sebuah pemberian gratis dari Allah SWT, justru sebaliknya adalah sebuah hutang yang kita pinjam dengan jaminan yang sangat mahal, yaitu berkurangnya umur sebanyak satu tahun.

oleh Drs KH Mudrik Qori

Sabtu, 20 Juni 2015

10 Filosofi Hidup orang Jawa


> Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat).
> Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
> Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar)
> Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha(Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
> Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
> Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli (Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi)
> Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
> Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
> Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).
> Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
> Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).
> Alon-alon waton klakon
Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.
> Nrimo ing pandum
Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah Orang harus ikhlas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.
> Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.
Hanya orang yang ingat kepada Allah (disini saja juga tidak cukup) dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.
> Mangan ora mangan sing penting ngumpul'
'Makan tidak makan yang penting kumpul'. Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera.'Mangan ora mangan' melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yg tdk dapat apa-apa tetap legowo. 'Sing penting ngumpul' melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.
Saya pikir Filosofi 'Mangan ora mangan sing penting kumpul' adalah
filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa
Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.
> Wong jowo ki gampang di tekuk-tekuk.
Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'.Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.
> Sing Sabar lan Ngalah Dadi kekasih Allah (Yang sabar dan mengalah akan jadi kekasih Allah).
> Sing Prihatin Bakal Memimpin (Siapa berani hidup prihatin akan menjadi satria, pejuang dan pemimpin).
> Sing Resik Uripe Bakal Mulya (Siapa yang bersih hidupnya akan hidup mulya).
> Sukeng tyas yen den hita (suka/bersedia menerima nasihat, kritik, tegoran)
> Jer basuki mawa beya (keberhasilan seseorang diperoleh dengan pengorbanan)
> Ajining dhiri dumunung ing kedhaling lathi (nilai diri seseorang terletak pada gerak lidahnya)
> Ajining sarira dumunung ing busana (nilai badaniah seseorang terletak pada pakaiannya)
> Amemangun karyenak tyasing sesama (membuat enaknya perasaan orang lain)
> Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pasthi (Gejolak jiwa tidak bisa merubah kepatian)
> Budi dayane manungsa ora bisa ngungkuli garise Kang Kuwasa (Budi daya manusia tidak bisa mengatasi takdir Yang Maha Kuasa)
> Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti (kemarahan dan kebencian akan terhapus/hilang oleh sikap lemah lembut)
> Tan ngendhak gunaning janma (tidak merendahkan kepandaian manusia)
> Sepiro duwurmu ngudi kawruh, sepiro jeromu ngangsu ngilmu, sepiro akehe guru ngajimu tembe mburine mung arep ketemu marang sejatine awake dewe (sopo sing wus biso nemoake sedulur batine kakang kawah adi ari2 papat kiblat lima pancer, sejatine wus nemu guru sejatine )
> Sekti tanpo aji digdoyo tanpo guru,(sudah sakti tanpa ‘pegangan’ / maksudnya tanpa jimat, aji-aji, ilmu kebatinan – dan sudah hebat tanpa berguru. )

Jumat, 19 Juni 2015

OPTIMIS....

Optimisme adalah buah dari harapan. Dan harapan adalah kemuliaan. Jika bukan karena harapan, niscaya takkan ada orang yang mau menanam pohon dan takkan ada ibu yang mau menyusui anaknya.
Optimisme adalah harapan yang matang, keyakinan dan kepercayaan pada waktu, atau tepatnya pada masa depan, yang menjelma jadi energi jiwa yang dahsyat.
Dari sana para pahlawan sejati menemukan dorongan jiwa yang tak pernah habis, untuk terus berjuang dan berjuang, berkarya dan berkarya lagi. Optimisme adalah gelora jiwa.
Salam hebat untuk sahabat semua!

Kisah Renungan Romadhon

 "SEBUAH KISAH DI BULAN RAMADHAN"



Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang.

Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.

Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yangmelihatnya.

Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampung mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.

Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

************ ********* **

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap ba’da dzuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Luqman pun lalu menegurnya. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.

"Bismillah..." ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya.
Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.

Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.

"Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu."

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.

"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya...?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami? Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal...?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika adzan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?"

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

"Ketahuilah Tuan..., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, juatru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Tuan..., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula. Tuan..., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan Ramadhan ini. Apa yang telah saya
lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami...!

Tuan..., sadarkah Tuan akan ketidakabadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?

Tuan..., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat? Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat... Tahukah Tuan akan
adanya azab Tuhan yang akan menimpa?

Tuan..., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak...."

************ ********* *

Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!

Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang
dibuatnya terbengong-bengong. Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.

Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.

Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!

Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!

Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud, dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang, entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.

Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya.

Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.


Renungan:
1. Renungan ini bukanlah renungan Ramadhan, renungan ini berlaku untuk 12 bulan.
2. Orang yang berpuasa sejatinya masih belum bisa dikatakan ‘lapar’, bahkan berpuasa tanpa sahur pun belum, Mungkin hanya mereka para pekerja berat/fisik yang berpuasalah yang baru bisa mengerti laparnya ‘mereka’. Atau orang-orang penderita sakit lambung yang tetap berpuasa. Atau kita dapat merasakan ‘sebentar’ haus dan laparnya ‘mereka’ dengan berolahraga keras sore hari sebelum berbuka puasa.

At-Taubah, 9:35. “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."

Ar-Ruum, 30:38. “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.”

Adz-Dzaariyaat, 51:19. “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian (tidak meminta-minta).”

Al-Ma’aarij, 70:24-27. “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”

Al-Fajr, 89:16-18. “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.”

----------------------
”Tidak akan berkurang harta yang dikeluarkan untuk bershadaqah.” (H.R. Muslim)

Saba’, 34:39. “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”

Al-Anfaal, 8:3-4. “(yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”